Langsung ke konten utama

Jarak dan Waktu : Riani dan Novi - Chapter 4

 

 
 

Menjelang siang.

Rasa amarah Riani sudah mencapai puncak. “Ini tidak bisa dibiarkan” begitu isi benak Riani yang tengah berlari di koridor sekolah. Riani tidak kuasa melihat sahabatnya yang kerap menangis oleh Adit. Ini adalah kesempatan yang tepat untuk memberi Adit pelajaran.

Tidak perlu waktu yang lama untuk menemukan Adit. Terlihat jelas di sebuah kelas yang ramai orang banyak. Ada yang berteriak “Ciee” hingga “So Sweet”. Riani menerobos kerumunan bahkan hingga mendorong dengan keras untuk mencapai Adit. “Adit!!!” Teriak Riani.

Seisih kerumunan dalam kelas terdiam. Semua mata tertuju pada Riani yang menunjukkan wajah yang murka. Tidak ada yang berani pada Riani. Adit yang saat itu tengah memeluk seorang perempuan, kaget dan melepas pelukkannya.

“Apa maksud kau, hah?! Kau memacari teman ku dan kini kau menyatakan perasaan ke perempuan ini?! Apa kau ini? Selingkuh terbuka?” teriak Riani ke Adit.

Adit terdiam. Begitu pula Perempuan yang tadi dipeluknya. Seakan mereka tertangkap tengah melakukan dosa.

“Baru saja kemarin kau tertangkap basah tengah berduaan dengan perempuan lain. Eka menangisi itu sepanjang malam! Kau tidak punya hati ya? ini sudah sekian kalinya kau menyakiti sahabat aku!! Kau harusnya malu!”

Riani begitu murka. Seluruh emosi yang dia simpan ketika Eka menangis dihadapannya tercurahkan juga. Terdengar juga para teman kelas Eka dan Riani yang datang meramaikan kelas itu. Hingga mereka berteriak “Adit bajingan! Tidak tahu malu!” kelas itu kembali ribut, hanya saja berisi cacian ke Adit. Adit hanya melihat Riani dengan tatapan marahnya.

Adit menghalangi perempuannya yang ingin berkata sesuatu. Lalu berjalan mendekati Riani. Kerumunan kembali terdiam.

“Ini yang aku bicarakan pada mu semalam, dek. Mereka ini gila” kata Adit sambil menoleh perempuanya.

Riani kaget mendengarnya. Kerumunan dari pihak Riani bersorak berteriak cacian. Suasana menjadi lebih ribut dari biasanya. Ini seperti pertandingan bulu tangkis antar Negara. Ribut sekali.

“Apa maksud kau, Adit?!” kata Riani dengan intonasi tegas dan tatapan menantang.

Ditengah ribut Riani dan Adit. Eka dan Novi datang. Kerumunan dipihak Riani terdiam. Seorang wanita yang benar-benar hancur hatinya, telah datang bersama sahabatnya. Novi masih disamping Eka. Akan selalu begitu.

“Apa lagi yang mau kau Tanya? Itu semua? Apa kau tahu benar masalah aku dan Eka, Riani? Oke, tidak apa-apa. Akan ku ceritakan mengapa aku dan Eka sudah selesai. Bahkan sudah lama selesai. Dia saja yang cinta mati pada ku.” Kata Adit dengan sombongnya.

Eka kembali memeluk Novi begitu mendengar pernyataan Adit. Melihat itu, Riani semakin geram. Telapak tangannya telah berubah menjadi tinju.

“Apa kata kau! Jadi apa semua ini? 2 tahun dengan Eka itu apa? Mainan sama kau? Kau mainkan Sahabat aku , Adit?!”

“DIAM KAU RIANI! Ini masalah aku dan Eka! Tidak perlu kau yang ribut! Siapa kau dalam hubungan kami?! Tahu apa kau?!” situasi menjadi lebih runyam. Para kerumunan kelas terdiam dan menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua. Lalu, siapa yang salah? Eka atau Adit? Mereka semua menanti cerita Adit. Eka hanya menangis di pelukan Novi.

Adit berjalan kearah kerumunan pendukungnya lalu menunjuk Eka dari kejauhan.

“Aku sudah lama putus dengannya. Sungguh sudah lama! Aku dan Eka terlibat suatu konflik. Hanya konflik biasa, sebuah konflik kecil. Namun setelah konflik itu yang membuat ku muak pada kau. Kau meninggalkan ku, Eka.”

Adit bercerita bagai diatas panggung opera. Para pendengar(kerumunan kelas) mendengarkan seolah Adit memang berada diatas panggung. Luar biasa. Pantas saja ia menjadi ketua Osis dan disayangi guru-guru. Kata-katanya begitu manis.

“okay tidak apa. Kita ada masalah dan kau butuh waktu. Tapi berapa lama kau butuh waktu itu? Harus ya kau menghindari aku selama 3 bulan lebih? Aku saat itu tengah jatuh-jatuhnya. Aku butuh seseorang saat itu. Tapi, kau malah menghilang untuk alasan konyol. Apa alasannya itu… ah iya! Aku ingat. Kau ingin menenangkan diri. Tolol sekali.”

Mata Riani terbelak kaget. Tinju Riani pun sudah lenyap. Novi masih memeluk Eka, namun wajah Novi kearah Adit. Eka masih menangis.

“kau yang membuat masalah dan kau pula yang merasa tersakiti. Aku yang tersakiti! Sekarang aku sudah bersama dia. Dan aku bahagia dengan yang menghargai ku. Lihat lah kau sekararang, Eka! Kau yang kembali tergila-gila pada ku untuk kembali. Bukan salah ku jika kau sakit hati atas kesalahan kau sendiri!”

Seisih kelas benar-benar hening. Tidak ada yang mampu berkata. Didalam benak mereka semua, ada yang setuju dengan Adit. Ada pula yang merasa Adit begitu kejam dengan kata-kata menusuk darinya. Bahkan Riani pun terdiam yang tadinya menjadi paling emosi. Ada kebingungan di benak Riani.

“K-Kau memang laki-laki yang tidak berperasaan!” teriak Novi. Semua menoleh kearah Novi. Bahkan Riani pun kaget, karena Novi adalah orang yang paling pendiam diantara mereka bertiga.

“Begini cara kau menyelesaikan masalah?! Dengan menghardik wanita yang pernah mencintai mu bahkan menemani kau saat sakit dulu?! Baiklah! Jika memang kau ingin mengakhiri, setidaknya tanggung jaw-“ kalimat Novi berhenti setelah Eka melepaskan diri dari pelukkan Novi. Eka mengusap air mata. Tidak ada tangis.

Novi yang sangat peduli pada kawannya bertanya “Kamu tidak apa-apa, Eka?”, Eka tidak menjawab apa-apa. Lalu berjalan kearah Riani.

“Terima kasih, Ani.” Kata Eka menepuk pundak Riani. Namun tidak ada ekspresi apa-apa dari Eka. Riani seperti merasakan betapa sakitnya Eka saat itu. Mata Riani mulai berkaca-kaca. Eka berjalan ke arah Adit.

Semuanya hening. Tidak ada yang mampu berbicara. Eka telah sampai di depan wajah Adit.

“Mau apa kau? Meminta maaf? Tidak akan! Aku tidak akan pernah memaafkan kau, Eka!” kata Adit dengan tegas.

Eka melayangkan tamparan keras ke wajah Adit! Seluruh orang dikelas itu kaget melihat kejadian ini. Perempuan dibelakang Adit pun memperlihatkan ekspresi kaget yang bukan main. Semua benar-benar terkejut. Adit kembali mencoba melihat Eka dengan memegang wajah yang ditampar Eka. Ia hanya diam.

“Ini pertama dan terakhir kalinya aku menamparmu. Kisah apa yang kita tulis dari pertama jumpa hingga kau melukai perasaan ku didepan orang banyak. Tentang bagaimana aku tengah berjuang saat itu. Dan apa yang dulu kau coba bangun untuk hubungan kita selama ini. Biarlah aku menyelesaikannya. Adit yang ku sayang dan ku cintai, Aku melepasmu. Kita berakhir.” Lalu Eka berbalik badan.

Para pendukung Eka bertepuk tangan seraya berteriak “Adit bajingan! Tidak tahu diri! Kau pantas menerimanya!”. Riani berjalan kearah Eka dan memeluknya, Begitu pula Novi. Adit masih memegang wajahnya. Mereka bertiga berjalan keluar dari kelas.

Apa yang ada di hati Eka tengah berkecambuk. Ia sendiri tidak menyangka akan mengambil keputusan itu. Bahkan ketika ia memutuskan untuk datang ke tempat Adit pun juga begitu. Riani dan Novi tidak tahu bagaimana pasti perasaan Eka. Namun mereka tetap bersama, karena Novi dan Riani tahu Eka membutuhkan itu.

 

***

Sore.

Bel terakhir sekolah di sore hari yang cerah, telah berbunyi. Satpam yang ramah dan murah senyum telah berjaga di gerbang sekolah. Masih menyapa satu per satu para siswa dengan senyum khasnya.

“Sore, Eka. Lah loh? Kali ini pulang dengan Novi dan Riani?” sapa Satpam.

“Iya nih pak! Kali ini kami pulang bertiga.” Potong Riani.

“wahh. Bagus tuh. Tadi pagi wajahnya murung. Sedih gimana gitu. Mungkin ada sesuatu kali ya? jadi khawatir”

“lah loh? Kok bapak malah khawatir sama Eka? Cieee” ledek Riani.

“waduh! Jangan gitu dong! Istri bapak lagi ngeliatin tuh di belakang” bisik Satpam dengan ekspresi paniknya.

Novi dan Riani tertawa melihat tingkah Satpam sekolah yang sangat mencintai istrinya. semua orang tahu tentang bagaimana Satpam yang sangat sayang pada istrinya. Setiap duduk selalu cerita cintanya. Iri sekali. Tiga sekawan meninggalkan Satpam yang kembali menyapa satu per satu siswa.

 

***

Sore

Tiga sekawan sudah sampai dirumah Eka yang tidak begitu besar. Pandangan Eka tertuju kesebuah jendela di lantai 2, itu kamarnya.

“Terima kasih sudah mengantar ku pulang, Novi. Riani. Aku bakalan baik-baik aja kok” Eka berekspresi seperti memaksa senyumnya. Terlihat jelas tidak baik-baik saja.

Novi dan Riani saling pandang-pandangan. Bahkan alis mereka bergerak seolah sedang berbicara lewat gerakan wajah. Eka bingung melihat tingkah sahabatnya ini. Semakin dibiarkan, semakin ragam wajahnya. Hanya Novi, Riani, dan tuhan yang tahu arti bahasa wajah mereka.

“Ehem. Jadi, Eka. Ibu mu masak apa?” Tanya Riani yang berjalan kearah rumah Eka. Eka kebingungan.

“Khusus malam ini, kami ingin pastiin kamu tidak kenapa-kenapa.” Kata Novi sembari mengambil tangan Eka.

Eka tertegun melihat wajah sahabatnya sudah diambang tangis. Eka begitu sayang pada sahabatnya. Mereka tidak lagi seperti teman sekolah yang bersama-sama menuntut ilmu, mereka keluarga Eka. Tidak butuh waktu lama, Eka memeluk Novi. Berbisik “Terima kasih” di telinga Novi.

“Yaakk it’s Girl Time!” Teriak Riani yang begitu semangat.

Sebenarnya, Eka ingin melepaskan tangisnya malam ini. Seluruhnya. Tidak mudah bagi Eka meninggalkan pria yang sudah menemani dia 2 tahun lamanya. Hari ini ia mengambil keputusan besar untuk meninggalkan Adit. Di dalam hati Eka ada rasa lega, namun ada pula sedikit rasa sesal. Mungkin Eka masih mencintai Adit? Entah lah.

Malam itu begitu sempurna bagi Eka. Keluarga Eka lengkap. Ayah Eka dengan lelucon garingnya, ibu Eka yang selalu tertawa dengan lelucon Ayah. Sri masih memandangi kakaknya, Eka. Riani dan Novi yang tengah asik ikut tertawa. Tidak ada rasa sedih di atas meja makan malam itu. Benar-benar sempurna.

Bip!

Notifikasi? Ada sebuah notifikasi muncul dari ponsel pintar Eka. Eka sedikit mengintip notifikasi itu sebelum membukanya.

 

“Temukan Aku”

 

Sebuah email aneh dengan judul “Temukan Aku”. Tidak diketahui siapa pengirimnya. Eka berdiri dan pergi ke kamar kecil dan membuka pesan.

 

“Kau yang tengah kehilangan dan aku yang hilang.
Takdir memanggil.
Temukan aku diatas dermaga yang kita nanti.
Aku mencintai mu”

Apa?

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jarak dan Waktu : Iwan - Chapter 1

            Tangan memegang erat, jangan lepaskan.             Menatap indah malam penuh bintang, jangan pergi.             Tidak pernah seperti ini sebelumnya, jangan menangis.             2 dunia bertemu, untuk melepas tangis yang menggumpal di dada.             Aku mencintai mu. Dan akan selalu menyayangimu. Jarak dan Waktu {Start Iwan1.             Pagi.             Burung berkicau dengan riang, bagaikan nyanyian pagi untuk menyambut hari baru. Di seberang jalan, secangkir kopi membuat dunia Pak Arman menjadi sangat tenang. Bagaimana tidak, kemarin ia mendapat gaji yang cukup besar atas kerja lembur yang ia kerjakan selama ini. Pak Arman mempunyai profesi sebagai karyawan yang tidak letih untuk bekerja dan bekerja. Ibu Rina (istri pak Arman) hanya bisa geleng kepala melihat suaminya yang giat bekerja. “Ayah?” ibu Rina muncul di balik badan besar pak Arman. “Iya bu? Ada apa?” secangkir kopi yang kini tinggal setengah. “Sayu

a women with yellow dress that i miss about her

Aku terbangun diantara bunga matahari.  Cahaya hangat membangunkan ku, namun tak ada rasa kesal di dada. Aku berdiri melihat sekitar, ini taman bunga matahari. Bau khas yang tidak dapat ku jelaskan membuat ku memegang dada yang semakin lama hangat. Sebuah bangunan tua yang sudah dipenuhi tumbuhan belukar.  Diatasnya bangunan itu, seorang wanita yang tengah menari dengan gaun kuningnya. Aku mengenalnya. Langkah kaki berjalan perlahan kearah bangunan tua, arahnya. Di atas, langkah tari nya berhenti seraya memandang ku. Aku bertepuk tangan. Ku sebut namanya. Wanita gaun kuning hanya tersenyum. "Kemana rasa ledakangan hangat di dada mu itu? Sudah benar-benar mati hati mu?" Katanya pada ku. Aku duduk ditepi bangunan tua. Ia nyusul dan duduk disebelah ku. Aku mencium aroma wangi khasnya. Aku menjelaskan padanya tentang rasa sakit dan kecewa hingga tidak ingin lagi berurusan perasaan. Lelah dan penat, tidak ingin mencari apalagi dicari. Wanita itu berdiri dan menari. Aku

Jarak dan Waktu : Eka - Chapter 3

                Malam, Hujan Rintik.                 Masih dihari yang sama, hari dimana Iwan dan Bayu berhasil kibulin Ryan. Di ujung dunia lainnya, seorang perempuan menangis di balik pintu kamar nya. Pintu terkunci dari dalam. Isak tangis tidak berhenti sejak ia bertemu kekasih hatinya. Adit menghancurkan habis isi hatinya.                 Buku buku berserakan. Lampu kamar tidak menyala. Mengundang tangis Eka untuk terus mengalir tiada henti. Perasaan Eka benar benar runyam. Tidak biasa dijelaskan dengan kata-kata. Ia benar benar mencintai kekasihnya.   Tok tok tok.   “Kak?” dibalik pintu ada adik Eka, Sri.                   Eka tidak menjawab. Terlalu malu baginya untuk menjawab. Dirinya benar-benar berantakan. Kusut .   “Sudah lah kak.. jangan pikirkan dia. Ada banyak laki laki yang lain. Kenapa harus Adit? Dia sudah berkali kali tertangkap basah oleh kakak, tapi kenapa kakak masih memikirkannya? Ayolah lah kak.” Sang adik tak kuasa melihat kakaknya menan