Langsung ke konten utama

Jarak dan Waktu : Iwan - Chapter 1







            Tangan memegang erat, jangan lepaskan.

            Menatap indah malam penuh bintang, jangan pergi.

            Tidak pernah seperti ini sebelumnya, jangan menangis.

            2 dunia bertemu, untuk melepas tangis yang menggumpal di dada.

            Aku mencintai mu. Dan akan selalu menyayangimu.



Jarak dan Waktu

{Start Iwan1.

            Pagi.
            Burung berkicau dengan riang, bagaikan nyanyian pagi untuk menyambut hari baru. Di seberang jalan, secangkir kopi membuat dunia Pak Arman menjadi sangat tenang. Bagaimana tidak, kemarin ia mendapat gaji yang cukup besar atas kerja lembur yang ia kerjakan selama ini. Pak Arman mempunyai profesi sebagai karyawan yang tidak letih untuk bekerja dan bekerja. Ibu Rina (istri pak Arman) hanya bisa geleng kepala melihat suaminya yang giat bekerja.

“Ayah?” ibu Rina muncul di balik badan besar pak Arman.

“Iya bu? Ada apa?” secangkir kopi yang kini tinggal setengah.

“Sayur kita habis yah.. untuk hari ini sayur ditiadakan atau Ayah membeli sayur keluar?”

“Suruh Iwan saja bu.. Ayah sedang bersantai”

“Iwan masih saja tidur di kamar atas”

“IWAAN!” suara pak Arman memecah seisih rumah.
****

            Iwan. Siswa SMA kelas 2 SMA. Seorang siswa bandel namun memiliki bakat dalam seni. Hampir semua macam seni ia kuasai, namun menulis yang menjadi hobby nya.
            Sebenarnya Iwan sudah bangun dari tadi bahkan sebelum Ayah nya membuat kopi. Ia masih menatap kosong langit langit. Entah apa yang di pikirkan oleh Iwan saat ini.
            Sekali, dua kali, teriakan Ayahnya di hiraukannya.. bukan tidak mendengarkan, Iwan masih terlarut dalam khayalannya. Seperti ada sesuatu yang membeban pikirannya.
            Apa sebenarnya itu kehidupan?
           
“IWAN!” Khayalan Iwan pecah.

“Iya.. tunggu” Iwan terlihat lesu menjawabnya.

            Ia menarik badannya dari kasur nyaman dan mulai berjalan ke luar pintu, entah apa yang mengganggu pagi itu. Pagi itu dia akan merusak hati 2 orang yang ia sayangi.

****

“Iwan, bisa kah kamu membelikan ibu sayur? Ayah kamu tidak akan makan bila tidak ada sayur” Bu Rina selesai mencuci piring.

“Ayah sudah biasa bu.. tidak perlu pakai sayur pun tidak apa apa haha” Pak Arman tertawa dengan ciri khasnya.

“Haha nanti Ayah ngambekan lagi” Tawa manis Bu Rina.

“Emang Ayah ini seperti ibu??”

“Haha Ayah bisa aja”

            Tawa dapur dari keluarga bahagia benar benar menghiasi rumah yang kecil. Siapa yang tidak senang melihat orang tua akur seakan tidak pernah ada masalah dalam hidupnya? Pasti lah tidak ada.. mungkin saja.

“Nah beli kan dulu sayurnya Iwan, ayahmu mau menuggu.” Bu Rina memberi uang.

“Kenapa kalian menjadi munafik?”

“Hah?” dapur yang tadinya bahagia kini hening senyap.

“Iwan kenapa bilang begitu?” Pak Arman bertanya kepada anaknya.

“4 Bulan lalu, kalian bertengkar hebat… kini lihat lah kalian sekarang! Seolah tidak ada masalah!” Iwan melepas semua pikiran yang ia tahan.

“Iwan, Ibu dan Ayah sudah sudah baikkan.. tidak ada lagi yang perlu di pertengkarkan.” Ayah menatap Iwan dengan tatapan tajam.

“Ini terlalu aneh ayah, terlalu cepat! Bahkan aku tidak tahu kapan kalian berbaikan!” Iwan masih berteriak.

            Pak Arman dan Ibu Rina terdiam tanpa suara, bahkan tangan bu Rina terhenti mencuci piring yang di gunakan tadi malam. Kopi Pak Arman sudah habis. Tidak lagi terdengar suara burung di luar sana. Keheningan menyelimuti dapur dengan cepat.

“Ayah pemabuk. Ibu selalu terlilit hutang.. lihat lah kalian! MUNAFIK!”

“JAGA PERKATAAN MU IWAN!, AYAH SUDAH SABAR SELAMA INI DAN INI BAYARANNYA!! ANAK BAJINGAN!” Tamparan melayang tepat di wajah Iwan. Berbekas.

“PERGILAH ke kamar Iwan. Jangan membuat Ayah memukul mu untuk ke 2 kalinya! PERGI!” amarah Pak Arman begitu keras, bahkan sampai terdengar ke tetangga sebelah.

            Iwan menahan rasa sakit di pipi nya. Ia menatap tatapan Ayahnya yang sangat menyeramkan baginya. Ia hanya bisa tertunduk apa yang telah terjadi padanya. Ia membalikkan badan dan pergi dari dapur, siapa juga yang mau ditampar untuk kedua kalinya.
            Iwan kembali ke kamar dan termenung kembali di kasur nyamannya. Untuk kali ini ia ditemani rasa sakit akibat tamparan yang diberikan Pak Arman.

“SIAL!”

            Bagi Iwan, dunia sudah munafik. Bahkan dari hal hal yang terkecil mereka memasang muka untuk mendapat keuntungan. Teman yang hanya datang saat butuh, mencari muka di depan guru untuk sebuah angka (nilai) yang tidak ada arti, guru mengajar saat kepala sekolah mulai keliling kelas, kepala sekolah dengan dana korupsinya dan kini munafik telah masuk kedalam rumah tercintanya. Iwan membenci kebohongan.
            Pak Arman dan Bu Rina dulu nya memang terlibat konflik. Pak Arman dengan hobby mabuk mabukkan, judi, bermain perempuan di diskotik. Bahkan Iwan pernah menjemput Ayahnya di diskotik untuk mengajaknya pulang.
            Ibu Rina terlibat utang yang tidak kunjung usai. Sudah berapa kali di kejar debt collector dan ibu Rina selalu lolos. Namun, bukannya jera Bu Rina masih melakukan peminjaman uang yang tiada henti.
            Dulu rumah tidak pernah kosong dari amarah, selalu saja ada yang ribut yang luar biasa. Gosip tetangga sudah menyebar kemana mana. Semakin gossip yang tersebar, semakin liar gossip yang terdengar tanpa mengetahui fakta yang terjadi. Iwan selalu menjadi korban dari pertengkaran orang tuanya.
            Namun, setelah beberapa bulan, Pak Arman dan Bu Rina sepakat untuk menyelesaikan masalahnya ke kampong, ditempat Ayah bu Rina (Kakeknya Iwan), namun jika tidak menemukan solusi, maka talak tiga lah salah satu jalan. Hanya dalam waktu seminggu, Pak Arman dan Bu Rina kembali. Mereka kembali seperti tidak pernah terjadi apa apa. Seolah tidak ada beban yang selama ini ditanggung. Pak Arman mulai bekerja, bu Rina mulai menjual emas yang dia kumpul untuk membayar hutang yang ia pinjam. Tidak ada lagi pertengkaran.
            Lalu, apa yang membuat Iwan geram? Iwan masih merasa, kedua orang tuanya masih busuk hati satu sama lain, tanpa mengungkapkan rasa itu. Iwan tidak percaya bahwa masalah Pak Arman dengan Bu Rina itu selesai.
            Keheningan kamar itu menjadi pecah setelah Smartphone bordering, tanpa sebuah pesan masuk. Dari siapa kah? Oh, ternyata dari sahabatnya Bayu.

Bayu : IWAN!
Iwan : Ada apa yu?
Bayu : Kau harus cepat kesini, di belakang sekolah.
Iwan : Ada apa? Ada masalah?
Bayu : Aku di keroyok WAN! Aku sendirian, sekarang aku sedang sembunyi!
Iwan : Sial! Tunggu aku disana!

            Iwan bergegas dan mulai mengantongi Smartphone , pergi dengan motor 150cc dan mulai menuju sekolah.

****
“Jangan lepas kan aku Iwan.”

“Tidak akan”

“Aku tidak ingin kembali ke masa itu.. sungguh, aku tidak ingin”

“Jangan menangis, aku ada disini. Hei, kamu perempuan yang kuat kan?”

“Iya aku kuat”

“Sudah sudah, hapus air mata mu”

“Aku mencintai mu, Iwan.”

“Aku mencintai mu,…….”


}end Iwan1.


Yaure2K17.



Source GIF : http://weheartit.com/entry/183632927

Postingan populer dari blog ini

Jarak dan Waktu : Eka - Chapter 3

                Malam, Hujan Rintik.                 Masih dihari yang sama, hari dimana Iwan dan Bayu berhasil kibulin Ryan. Di ujung dunia lainnya, seorang perempuan menangis di balik pintu kamar nya. Pintu terkunci dari dalam. Isak tangis tidak berhenti sejak ia bertemu kekasih hatinya. Adit menghancurkan habis isi hatinya.                 Buku buku berserakan. Lampu kamar tidak menyala. Mengundang tangis Eka untuk terus mengalir tiada henti. Perasaan Eka benar benar runyam. Tidak biasa dijelaskan dengan kata-kata. Ia benar benar mencintai kekasihnya.   Tok tok tok.   “Kak?” dibalik pintu ada adik Eka, Sri.                   Eka tidak menjawab. Terlalu malu baginya untuk menjawab. Dirinya benar-benar berantakan. Kusut .   “Sudah lah kak.. jangan pikirkan dia. Ada banyak laki laki yang lain. Kenapa harus Adit? Dia sudah berkali kali tertangkap basah oleh kakak, tapi kenapa kakak masih memikirkannya? Ayolah lah kak.” Sang adik tak kuasa melihat kakaknya menan

Distance.

“Hujan kali ini membuat ku muak” Itu sudah ke-4 kalinya temanku berkata seperti itu. Hujan sore ini memang menampar keras wajah kami. Saat ini kami sedang dalam perjalanan dari Pekanbaru menuju Padang, diperkirakan akan menempuh perjalanan selama 6 jam. Oh ya, kami menggunakan Motor.