Langsung ke konten utama

Jarak dan Waktu : Eka - Chapter 3



                Malam, Hujan Rintik.

                Masih dihari yang sama, hari dimana Iwan dan Bayu berhasil kibulin Ryan. Di ujung dunia lainnya, seorang perempuan menangis di balik pintu kamar nya. Pintu terkunci dari dalam. Isak tangis tidak berhenti sejak ia bertemu kekasih hatinya. Adit menghancurkan habis isi hatinya.

                Buku buku berserakan. Lampu kamar tidak menyala. Mengundang tangis Eka untuk terus mengalir tiada henti. Perasaan Eka benar benar runyam. Tidak biasa dijelaskan dengan kata-kata. Ia benar benar mencintai kekasihnya.

 

Tok tok tok.

 

“Kak?” dibalik pintu ada adik Eka, Sri.

 

                Eka tidak menjawab. Terlalu malu baginya untuk menjawab. Dirinya benar-benar berantakan. Kusut.

 

“Sudah lah kak.. jangan pikirkan dia. Ada banyak laki laki yang lain. Kenapa harus Adit? Dia sudah berkali kali tertangkap basah oleh kakak, tapi kenapa kakak masih memikirkannya? Ayolah lah kak.” Sang adik tak kuasa melihat kakaknya menangis akibat orang lain.

               

                Tentu saja, jawaban untuk adik kecilnya adalah karena Eka mencintai Adit. Eka bertemu Adit tepat 2 tahun lalu. Saat itu Eka baru saja pindah ke Jayapura untuk mengikuti ayah dan ibunya, dan mulai bersekolah di SMK Jayapura dan disanalah kisah mereka tumbuh. Adit seorang yang memiliki banyak sekali teman, ia mudah sekali bergaul dan berbaur. Mereka mulai berpacaran awal SMK dan bertahan sampai sekarang (3 SMK).

                Namun, sudah hampir belakangan ini Adit berhasil membuat air mata Eka pecah. Eka kehilangan kabar Adit, tidak ada mengabari. Tidak lagi saling perhatian. Kesunyian menyelimuti hubungan meraka. Dingin. Namun yang paling membuat Eka hancur adalah Adit bersama perempuan lain, semua nya menjelaskan kenapa Adit yang dia cintai hilang dari nya.

                Pukul sudah menunjukan 02:14, sudah berjam jam Eka menangis. Ayah dan Ibu nya sudah tertidur pulas. Adiknya sudah kembali ke kamar. Namun Eka masih terjaga.

                Air mata di pipi telah mengering, lelah karena menangis. Eka cek ponsel pintarnya dan mencoba untuk tidur. Eka akhirnya tertidur.

 

*****

                Pagi.

                Sinar matahari menyinari kamar Eka. Jendela Eka cukup besar, sehingga cukup banyak menerima cahaya matahari. Sinar matahari mengenai wajah Eka, membuat Eka terbangun dari tidurnya. Hari baru telah muncul, akan kah menjadi hari nya? Tidak ada yang tahu.

 

Tok Tok Tok.

 

“Kak! Sarapan, ini hari senin! Sekolah!” Adik nya kembali berteriak di balik pintu kayu kamar kakaknya, berharap kakaknya menjawab. Tidak seperti malam kemarin.

 

“iya Sri, sebentar lagi kakak ke dapur. Kakak mau siap siap dulu.” Jawab Eka.

 

                Senyum manis Sri terlihat. “kakak ku yang riang sudah kembali” itu yang dipikirkan Sri. Sri sangat mencintai kakaknya lebih dari siapapun. Sri kembali ke dapur untuk membantu Ibunya. Dan Eka pun mulai mempersiapkan dirinya, karena ini hari senin yang dibenci hampir seluruh siswa sekolah.

 

*****

                Suasana sekolah tampak ramai dengan murid yang memasuki wilayah sekolah. Ada yang haus akan ilmu dan ada juga mereka yang hanya sekedar datang untuk mendapatkan uang saku. Sekolah yang sangat besar yang memiliki 3 lantai dengan warna hijau muda segar. Satpam ramah yang murah senyum. Penjaga sekolah sibuk dengan menyiram tanaman halaman sekolah. Para orang tua sibuk berdatangan untuk mengantarkan anaknya. Ada banyak tawa dan sapaan setelah libur akhir pekan, saling bercerita apa saja yang dilakukan akhir pekan. Sungguh, pagi yang sangat indah untuk menuntut ilmu.

 

“Pagi Eka” satpam sekolah mudah mengenal para murid. Termasuk Eka.

 

“pagi juga pak” senyum kecil dilemparkan Eka.

 

                Pagi Eka tidak seindah paginya pak satpam yang baru saja minum kopi buatan istrinya, Eka sangat tidak bersemangat. Lesu. Isi tas tidak berat dan juga tidak banyak buku isinya, namun badan Eka sangat berat. Langkah Eka sangat lamban walau pun bel sudah bunyi 2 menit yang lalu. Eka masih memikirkan hal kemarin.

 

****

 

                Pagi menjelang siang. Di kelas.

 

“Sudah lah Ka. Tidak perlu kamu tanpa ekspresi begitu. Cerita lah, ada apa?” Suara Riani, Teman Eka menghancurkan khayalan Eka.

 

“aku tidak apa apa kok Ani. Haha jangan pikirkan aku.” Eka memilih untuk mengunci rapat mulutnya. Ia tidak ingin semua orang tahu.

 

“tidak, aku yakin kamu sedang dalam masalah. Aku yakin.” Riani risau melihat temannya galau.

 

“sungguh Ani, tidak apa apa kok” Eka tersenyum. Senyum palsu.

 

“Astaga.. apa ini tentang Adit lagi?” wow. Tebakan nya benar.

 

“enggak kok. Siapa yang bilang?” Tentu saja, Eka melupakan sesuatu. Riani seorang perempuan yang hobby membaca buku-buku detektif dan buku-buku psikologi. Membuat dia menjadi cukup ahli dalam membaca ekspresi seseorang. cukup Ahli dalam introgasi.

 

“haduh Eka.. tinggalkan saja dia. Tidak ada untungnya kamu bertahan kepadanya. Dia pria yang tidak ada hati yang pernah kulihat! Sudah ada wanita yang begitu menyayanginya, namun disakiti begini? Apa maunya coba? Sumpah lah ya, aku muak Eka. Aku juga seorang perempuan, aku paham bagaimana kamu yang sakit hati. Sialan kau Adit.” Keluh resah Riani.

 

                Eka hanya termenung. Tidak ada ekspresi yang keluar. Sebenarnya ini juga bukan kali pertamanya sahabat Eka mengeluh. Sudah sering sekali Riani berdemo agar Eka meninggalkan Adit. Namun di hati Eka, “tidak ada seseorang yang mengerti”.

 

“Hei Ani. Hai Eka! Sedang membicarakan apa?” Lamunan Eka terpecah kembali. Perempuan manis ini bernama Novi.

 

“Hai juga Novi. Tahu gak? Si Adit berulah kembali! Sungguh Novi, aku geram dengan kelakuannya! Kalau saja aku laki laki, Akan ku beri pelajaran terbaik yang pernah ada kepadanya” Riani menunjukkan tinju yang tidak besar kepada Novi dengan mata sedikit melolot. Novi tertawa kecil dan mulai berempati ke Eka.

 

“kali ini apa yang dia lakukan nya Ka? Kamu bias cerita ke kita. Kamu tahu kan kita selalu bertiga. Tidak ada rahasia lagi. Cerita lah, itu cukup untuk membuat mu meringankan beban mu.” Novi berusaha membujuk Eka.

 

                Eka tertegun mendengarnya. Mungkin kekasihnya tidak menghargainya, namun ia memiliki sahabat yang teramat berharga. Riani dan Novi sudah mengenal Eka sejak lama, bahkan sebelum mengenal Adit. Kemana mana selalu bertiga. Tidak terpisahkan. Air mata mulai mengalir perlahan namun pasti. Novi memeluk Eka, Riani tertunduk melihat sahabatnya bersedih. Tidak ada yang memisahkan mereka.

 

“Ke-kemarin malam.. aku dan Sri pergi ke Mall untuk mencari sepatu olahraga Sri. Hanya berdua saja. Awalnya malam aku dan Sri cukup tenang, tidak ada ada gangguan, cukup menyenangkan. jadi, Saat aku berjalan melewati sebuah cafĂ©…” kepala Eka tertunduk, tidak kuasa menahan tangisnya. Novi kembali memeluk sahabatnya.

 

“dan kamu menemukannya bersama perempuan lain?” kebiasaan Riani, seperti sedang mengintrogasi seseorang. Namun, baginya ini perlu dilakukan. Eka lah yang kerap menyimpan rahasia nya sendiri.

 

                Eka menganggung pelan.

 

“aku benar benar benci Adit.” Riani meluapkan nya ke kata-kata singkat.

 

“sudah lah Ka. Aku tidak akan menyuruhmu untuk berhenti berharap ke Adit. Aku dan Riani juga tidak tahu harus bagaimana. Kami tidak akan memaksa untuk mengikuti saran kami. Tapi, jika boleh aku berkata, Jika dia memang perlu diperjuangkan, perjuangkan lah. Namun, jika tidak, tinggalkan lah.” Novi sebenarnya sudah mulai menahan air matanya karena melihat Eka yang terisak tangis.

 

“Eka mana eka?” seorang perempuan mendatangi 3 sahabat.

 

“Ada apa? Apa mau mu? Eka sedang tidak bisa diganggu.. nnti saja kalau urusan- “

 

“Ini mengenai ADIT!!”

 

                Eka mengangkat kepala. Sisa air mata masih terlihat dengan jelas.

 

“Ka, kamu udah putus ya dengan Adit? Adit menyatakan perasaan ke adik kelas di depan orang ramai!”

 

“APA! Tidak cukupkah dia menyakiti sahabat ku?! Aku akan memberi nya pelajaran!” Riani tegak dari bangkunya dan berlari ke luar mencari Adit.

 

                Tangis Eka kembali pecah. Novi ikut mengeluarkan air mata. Sebenarnya apa itu cinta? Kenapa seseorang ingin sekali mengenal cinta walau pun tahu akhirnya bakal menyakitkan? Mulai hari ini, pukul ini, menit ini, detik ini, Eka membenci Cinta.


IMG source : https://id.pinterest.com/pin/445363850639669216/



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jarak dan Waktu : Iwan - Chapter 1

            Tangan memegang erat, jangan lepaskan.             Menatap indah malam penuh bintang, jangan pergi.             Tidak pernah seperti ini sebelumnya, jangan menangis.             2 dunia bertemu, untuk melepas tangis yang menggumpal di dada.             Aku mencintai mu. Dan akan selalu menyayangimu. Jarak dan Waktu {Start Iwan1.             Pagi.             Burung berkicau dengan riang, bagaikan nyanyian pagi untuk menyambut hari baru. Di seberang jalan, secangkir kopi membuat dunia Pak Arman menjadi sangat tenang. Bagaimana tidak, kemarin ia mendapat gaji yang cukup besar atas kerja lembur yang ia kerjakan selama ini. Pak Arman mempunyai profesi sebagai karyawan yang tidak letih untuk bekerja dan bekerja. Ibu Rina (istri pak Arman) hanya bisa geleng kepala melihat suaminya yang giat bekerja. “Ayah?” ibu Rina muncul di balik badan besar pak Arman. “Iya bu? Ada apa?” secangkir kopi yang kini tinggal setengah. “Sayu

a women with yellow dress that i miss about her

Aku terbangun diantara bunga matahari.  Cahaya hangat membangunkan ku, namun tak ada rasa kesal di dada. Aku berdiri melihat sekitar, ini taman bunga matahari. Bau khas yang tidak dapat ku jelaskan membuat ku memegang dada yang semakin lama hangat. Sebuah bangunan tua yang sudah dipenuhi tumbuhan belukar.  Diatasnya bangunan itu, seorang wanita yang tengah menari dengan gaun kuningnya. Aku mengenalnya. Langkah kaki berjalan perlahan kearah bangunan tua, arahnya. Di atas, langkah tari nya berhenti seraya memandang ku. Aku bertepuk tangan. Ku sebut namanya. Wanita gaun kuning hanya tersenyum. "Kemana rasa ledakangan hangat di dada mu itu? Sudah benar-benar mati hati mu?" Katanya pada ku. Aku duduk ditepi bangunan tua. Ia nyusul dan duduk disebelah ku. Aku mencium aroma wangi khasnya. Aku menjelaskan padanya tentang rasa sakit dan kecewa hingga tidak ingin lagi berurusan perasaan. Lelah dan penat, tidak ingin mencari apalagi dicari. Wanita itu berdiri dan menari. Aku