Langsung ke konten utama

Rain. Chapter : Rey.



Hujan benar benar menampar muka ku. Dijalan sepi dan sunyi. Membawa tas berisi “masa depan” yang sudah basah. Ini adalah sialku yang kesekian kali nya. Contohnya saja tadi pagi, aku sudah ditolak diperusahaan yang terbilang kecil. Mereka menganggap remeh aku. Siangnya aku tidak bisa makan di tempat bu Sri, sudah terlalu banyak hutang ku. Pada akhirnya aku hanya memakan roti lapis keju yang disediakan kakak ku. Terima kasih kak.



Sore setelah interview kedua hari ini, aku mendapat masalah dari seorang ibu-ibu yang hampir saja menabrak ku yang tengah berjalan kaki. “HEI, DIJALAN ITU ADA ATURANNYA” aturan? Ibu emangnya baca buku aturan lalu lintas? Kata kata itu tidak terlontar, hanya berteriak di kepala ku. Itu baru saja hari ini. Dan malam ini, aku terkena hujan ditengah perjalanan pulang.

Sesekali aku berhenti didepan kedai untuk berteduh. Sambil melihat kertas CV yang sudah basah di tangan kiri ku. “untuk apa guna kertas ini?”. Aku melanjutkan lari ku setelah di tatap sinis pemilik kedai. Apa dia berpikir aku ini pencuri? Sampai pada akhir nya aku mendapati halte bus. Syukurnya.

Di halte itu ada seorang kakek. Kakek berumur 75(kurasa) sedang duduk ditemani tongkatnya. Ia menggunakan jaket hijau. Aku menghampirinya.

“Permisi kek, boleh kah aku ikut menunggu bis?” hei, aku tahu tata krama.

“oh iya, silahkan nak muda”

Aku duduk tepat tidak jauh dari kakek itu. Berjarak sekitar 1 meter kurang lebih.
Hampir semua yang dibadan ku basah. Aku mulai melepaskan jaket ku. Berat sekali. Ku cek hp, mati. Ku cek jam, sudah pukul 22:36. berat sekali hari ini.

“hari yang berat ya, nak?” Kakek itu memulai percakapan.

“Kakek bisa baca pikiran ya? Haha hari ini adalah angka yang ke-12 kali ditolak perusahaan. Bahkan untuk pagi ini, ditolak oleh perusahaan kecil. Aku sangat meremehkannya”

kakek itu tertawa dengan khas nya.

“sudah kuduga, kakek pikir badan kakek yang berat. Ternyata hari nak muda yang lebih berat” kakek itu kembali tertawa.

Aku meluruskan kaki ku. Sunguh lelah sekali. Aku mencoba manggapai rokok di saku ku dan tersadar rokok dengan filter yang ku beli perbatang tadi telah basah. Sial.

“kamu merokok nak?”

“eh” aku kaget. “hanya untuk mengurangi stress kek”

“bisa bisa kamu menyesal nanti seperti anak kakek” wajah sedih terlihat.

“emang anak kakek kenapa?”

“ia sekarang di rawat akibat rokok”

Perokok berat? Seperti ayah ku.

“Bagaimana kondisi nya sekarang kek?”

“memprihatinkan. Saat ini sudah ada lubang di tenggorokannya. Membayangkannya saat makan, membuat kakek mual” kepala kakek tertuntuk lesu. Aku jadi tidak enak.

Hujan dihalte tidak menampakkan akan berhenti. Suara air menghantam atap halte semakin deras. Aku mulai berpikir akan berada disini sampai dini hari. Sial sekali. malam semakin dingin dan dingin.

“Jadi, apa yang kakek lakukan di halte ini dan dimalam begini?” berusaha mencari topik baru.

“hanya berjalan-jalan. Di jalan dan halte ini kakek punya kenangan luar biasa nak. Semua hal manis dan keji ada di jalan ini. Kakek hanya ingin bernostalgia di jalan ini.” tampak sedikit senyum di wajahnya.

“apa kakek bertemu seorang gadis di jalan ini?” sedikit tertawa.

Kakek itu tertawa dengan khas nya.

“sebelum aku bertemu gadis itu, aku sedang sial nya saat itu nak.”

“maksudnya?”

“aku ditolak dari mana saja. Bahkan hampir kelahi dijalanan akibat seorang yang tidak tahu aturan. Seharusnya aku pukul saja dia di hari itu” kakek menggerutu dengan tongkat yang sedikit di hentakkan.

Aku menyadari sesuatu.

“kisah kakek mirip sekali dengan apa yang aku lalui hari ini”

“benarkah?”

“iya, aku hanya seorang penggangguran yang terkatung mencari pekerjaan. Tanggungan memang tidak lah banyak. Hanya ada aku dan kakak ku. Kakak ku hanya lah seorang artis pelukis dengan fisik yang mudah sekali lelah, hampir semua pekerjaan tidak ada yang cocok dengannya. Hanya aku yang bisa”

aku menggaruk kepala yang tidak gatal dan lanjut bercerita.

“aku adalah lulusan terbaik dari universitas ku. Ku pikir dengan nilai yang tinggi akan memudahkan ku mencari pekerjaan, nyatanya tidak. 12 perusahaan sudah ku datangi untuk lowongan, namun semuanya meragukan ku. Dan baru saja tadi sore, aku mendatangi sebuah perusahaan yang terbilang kecil. Perusahaan itu menolak ku mentah-mentah. Apa arti dari kertas ini?” aku melempar semua kertas yang ada di tangan kiri ku. Rasa kesal ku sangat dalam puncak.

Seketika hening tanpa suara.

“bisa kah aku melanjutkan cerita ku, nak?” kakek itu tersenyum kepada ku.

“wahh, maafkan aku kek, kenapa malah aku yang bercerita haha”

kakek itu tersenyum.
“jika nak bilang apa yang terjadi hari ini sama dengan apa yang kakek alami, sepertinya iya. Kakek juga membuang semua kertas-kertas ‘masa depan’ dengan rasa kesal dalam hati. Tapi ketahui lah nak. Apa yang terjadi selanjutnya, akan merubah hidup mu.”

Entah kenapa aku memperhatikan setiap kata dari kakek berjaket hijau ini.

“Aku berdiri tepat di rambu itu dan akan menaiki bus ku. Semua kebingungan dan kekesalan dalam hati akan kubawa tidur malam itu. Tapi, nyata nya malah aku tinggalkan di halte ini. Saat, aku akan menaiki bus, aku melihatnya. Aku ingat wanita dengan jaket kuning cerah duduk termenung di jendela melihat kearah ku. Aku saat itu berusaha memalingkan wajah ku. Namun tidak bisa. Malam itu, semua kebingungan dan kekesalan yang aku rasakan, ku buang dari bu itu.”

hujan mulai perlahan mereda.

“kamu tahu nak, apa yang dikatakan orang-orang itu ada benarnya. Ketika kamu menemukan seorang wanita, dia bukan wanita yang selalu kamu idamkan. bukan wanita yang kamu cari dengan kriteria yang selalu disebut ketika bersama teman mu. “

Waw.

“Tapi kamu menemukan seorang wanita yang benar-benar engkau akan tahu bahwa akan berurusan panjang bersamanya, seumur hidup mu. Saat itu lah kamu menemukannya,nak”

hujan kini mulai reda. Tidak ada lagi suara air yang menghantam atap halte dengan derasnya. Aku terkejut dengan kata-kata kakek yang sedang bernostalgia dengan cerita cintanya. Dingin malam tidak lagi ku hiraukan. Rasa menggigil ku hilang.

“waw. Aku yakin saat itu kakek benar-benar jatuh cinta.”

“sangat” lalu tertawa.

“aku iri dengan kakek. Malam dingin seperti ini, kakek bisa ber nostalgia hangat dengan kisah cinta. Lalu aku sibuk mengeluh dengean pekerjaanku.”

jujur saja, aku memang iri. Kakek ini tidak lagi memikirkan untuk merawat seorang kakak yang tidak bisa bekerja. Kini dia hanya memikirkan kisah cintanya, aku iri sekali.

Tidak lama, bus datang menghampiri halte. Aku yakin, bus ini adalah rute terakhir untuk hari ini. Syukur lah.

“aku pergi dulu, kakek. Aku ingin membawa tidur kesialan ku hari ini. “ aku membawa tas dan berjalan menuju bus.

“Beberapa detik lagi, kamu akan menemukannya, Rey”

Apa?

Seketika aku menoleh kebelakang. Kakek itu tahu NAMA KU. Tidak ada siapapun. Tidak ada kakek berjaket hijau itu. Mata ku masih terbelak melihat sekeliling. Dari mana dia tahu nama ku?

“hei! Mau naik bus atau tidak?” pengemudi bus berteriak.

“iya, aku naik” aku menoleh dan berjalan naik ke bus.

Kaki ku memijakkan lantai bus. Badan masih basah akibat hujan tadi. Sedikit hangat didalam bus. Ku bawa tas dan aku melihat seorang wanita berjaket kuning cerah.

Wanita itu melihat kearah jendela. Rambut yang diikat kuncir dengan tangan kanan menopang dagu. Kenapa aku terpana melihatnya? Bus berjalan, namun aku masih berdiri.

Wanita itu menoleh. Seketika mata kami bertemu untuk pertama kalinya. Tidak. Kami seperti sudah kenal begitu lama. Seperti aku sudah kenal dia sejak lama. Wanita itu masih melihat bahkan seperti terkejut melihat ku. Moment aneh apa ini?

“Rey?”

“Shery?”

dan bagaimana pula kami tahu nama masing-masing?

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“jadi kau kemasa lalu hanya untuk itu?”

“hei. Setelah apa yang aku lakukan, apa tidak boleh aku singgah ke tahun ini?”

“sial. Buang-buang waktu.”

“Selamat bertugas Rey. Kau harus menjaga Shery tercinta kita.”


>End.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jarak dan Waktu : Iwan - Chapter 1

            Tangan memegang erat, jangan lepaskan.             Menatap indah malam penuh bintang, jangan pergi.             Tidak pernah seperti ini sebelumnya, jangan menangis.             2 dunia bertemu, untuk melepas tangis yang menggumpal di dada.             Aku mencintai mu. Dan akan selalu menyayangimu. Jarak dan Waktu {Start Iwan1.             Pagi.             Burung berkicau dengan riang, bagaikan nyanyian pagi untuk menyambut hari baru. Di seberang jalan, secangkir kopi membuat dunia Pak Arman menjadi sangat tenang. Bagaimana tidak, kemarin ia mendapat gaji yang cukup besar atas kerja lembur yang ia kerjakan selama ini. Pak Arman mempunyai profesi sebagai karyawan yang tidak letih untuk bekerja dan bekerja. Ibu Rina (istri pak Arman) hanya bisa geleng kepala melihat suaminya yang giat bekerja. “Ayah?” ibu Rina muncul di balik badan besar pak Arman. “Iya bu? Ada apa?” secangkir kopi yang kini tinggal setengah. “Sayu

a women with yellow dress that i miss about her

Aku terbangun diantara bunga matahari.  Cahaya hangat membangunkan ku, namun tak ada rasa kesal di dada. Aku berdiri melihat sekitar, ini taman bunga matahari. Bau khas yang tidak dapat ku jelaskan membuat ku memegang dada yang semakin lama hangat. Sebuah bangunan tua yang sudah dipenuhi tumbuhan belukar.  Diatasnya bangunan itu, seorang wanita yang tengah menari dengan gaun kuningnya. Aku mengenalnya. Langkah kaki berjalan perlahan kearah bangunan tua, arahnya. Di atas, langkah tari nya berhenti seraya memandang ku. Aku bertepuk tangan. Ku sebut namanya. Wanita gaun kuning hanya tersenyum. "Kemana rasa ledakangan hangat di dada mu itu? Sudah benar-benar mati hati mu?" Katanya pada ku. Aku duduk ditepi bangunan tua. Ia nyusul dan duduk disebelah ku. Aku mencium aroma wangi khasnya. Aku menjelaskan padanya tentang rasa sakit dan kecewa hingga tidak ingin lagi berurusan perasaan. Lelah dan penat, tidak ingin mencari apalagi dicari. Wanita itu berdiri dan menari. Aku

Jarak dan Waktu : Eka - Chapter 3

                Malam, Hujan Rintik.                 Masih dihari yang sama, hari dimana Iwan dan Bayu berhasil kibulin Ryan. Di ujung dunia lainnya, seorang perempuan menangis di balik pintu kamar nya. Pintu terkunci dari dalam. Isak tangis tidak berhenti sejak ia bertemu kekasih hatinya. Adit menghancurkan habis isi hatinya.                 Buku buku berserakan. Lampu kamar tidak menyala. Mengundang tangis Eka untuk terus mengalir tiada henti. Perasaan Eka benar benar runyam. Tidak biasa dijelaskan dengan kata-kata. Ia benar benar mencintai kekasihnya.   Tok tok tok.   “Kak?” dibalik pintu ada adik Eka, Sri.                   Eka tidak menjawab. Terlalu malu baginya untuk menjawab. Dirinya benar-benar berantakan. Kusut .   “Sudah lah kak.. jangan pikirkan dia. Ada banyak laki laki yang lain. Kenapa harus Adit? Dia sudah berkali kali tertangkap basah oleh kakak, tapi kenapa kakak masih memikirkannya? Ayolah lah kak.” Sang adik tak kuasa melihat kakaknya menan